selamat datang para pengunjung anda pengunjung yang ke

Minggu, 06 Juni 2010

PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI TINJAU DARI PERSEPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM YANG DI TETAPKAN PARA ULAMA

PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI TINJAU DARI PERSEPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM YANG DI TETAPKAN PARA ULAMA

OLEH : MOHAMMAD MUCHLIS AMRULLOH

A.PENDAHULUAN

Dalam sebuah hadist rosullullah saw bersabda: “seorang wanita di nikahi karena empat hal ; karana hartanya , keturunannya ,kecantikannya,dan karena agamanya. Pilihlah  wanita yang memiliki iman yang kuat,karena akan menjagamu dari kebinasaan “.(al-hadits).

Hdist di atas memberikan isyarat bahwa yang paling utama dari sebuah pernikahan yang  baik dalam pandangan allah dan rosulnya adalah pernikahan yang di lakukan oleh seorang pria dan seorang wanita yang memilki aqidah yang sam. Sementara tiga keriteria lainnya sebagaimana disebutkan dalam hadist tersebut merupakan bentuk ideal bagi seorang yang hendak membentuk sebuah rumah tangga yang sejahtra.

Pernikahan merupakan sunnhtulloh yang secara umumberlaku bagi semua mahluk di muka bumi. Baik pada manusia maupun non manusia dalam rangka menjadi kelestarian hidup denga berkembang biak melalui proses perkawinan. Allah swt menegaskan dalam beberapa firman nya:


-“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
(qs. 51 :49).


“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"(qs.16:72

a-    Secara etimologi, nikahberarti “brkumpul” atau “menindas” dan “saling memasukkan “.
b-    Menurut ahli ushul , niakan berarti:
-ulama Hanafiyah: menurut asalnya berarti “berstubuh “. Dan secara majaz adalah akad yang mengalalkan hubungan kelaminantra antara pria dan wanita.
-ahli ushul ulama syafi,iyyah : nikah menurut aslalnya berarti akad yang menghalalkan hubungan kelamin antara pri a dan wanita, sedangkan menurut majaznya adala berstubuh.
-menurut  ulama fuqaha: nika pada hakikatnya adalah akad yang di atur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memilikidan menikmati  fara dan seluruh tubuh wanita itu dan membentik sebuah keluarga.

Berdasarkan pengertian tersebut, sebagian ulama lebih banyak mengemukakan   makna  perkawinan  dari  aspek lahiriah   yang  sifatnya normatif,  sehingga   ada   kesan  bahwa hakikat perkawinan hanya sebatas persoalan tentang dibolehkannya satu   perbuatan  yang sebelumnya  dilarang,  yakni  hubungan   seks   antara   seorang   laki-laki danseorang   perempuan.  

Sebagaimana dimaklumi, bahwa hubungan seks antara seorang pria dan wanita tanpa  melalui proses pernikahan dianggap sebagai perbuatan zina dan hukumnya  haram.   Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tujuan dasar pernikahan dalam Islam (dengan  memenuhi syarat dan rukunnya) secara de jure dan de facto adalah merupakan upaya  legalisasi terhadap hubungan  seks antara seorang  pria dan seorang wanita dalam   bingkai rumah  tangga kemudian melahirkan hak dan kewajiban yang mengikat keduanya.  Berkeluarga adalah fitrah bagi setiap manusia.

Tujuannya tidak saja  melahirkan  generasi  penerus,  tetapi   juga  menciptakan   suasana yang  sakinah,  mawaddah,  dan rahmah untuk sepanjang  masa baik bagi suami, isteri maupun anak-anaknya. Hal ini ditegaskan Allah Swt dalam  firman-Nya;
      “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia   menciptakan   untukmu   isteri-isteri   dari   jenismu   sendiri,   supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya  diantaramu rasa kasih dan sayang....” (QS. 30 : 21).


B .   DASAR HUKUM PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT PERSPEKTIF
 AL-  QURAN

Dalam sudut pandang  Islam, suasana yang sakinah, mawaddah, dan  rahmah dalam sebuah rumah tangga tidak akan dapat terwujud secara sempurna kecuali apabila  suami   dan isteri tersebut memiliki akidah (agama  dan  keyakinan) yang sama dan  beristiqomah
Dalam melaksanakan ajarannya.
Perbedaan agama pada sebuah rumah tangga dalam pelaksanannya akan memancing lahirnya berbagai masalah (fitnah) dalam beibadah, enidikan anak, pengaturan makanan, pembinana tradisi keagamaan dan banyak hal lainnya. Oleh kerena itu, syariat islam melarang secara tegas terhadap prektek pernikahan berbeda agama. Keputusan ini di iplementasikan dalam firman allah:


“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”   (qs.2:221)

Dalam ayat lain juga di terenagkan di tegaskan kembali dengan
firman allah:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana (qs.60:10)------------------------------------------------

 Secara general dapat di pahami bahwa pernikahan antara wanita muslim dngan pria non muslim (baik ahli kitab,musrik ,kafir) den begitu juga pernikaha yang dilakukan oleh seorang pria muslim dengan wanita musrik atau kafir hukumnya secara mutlak adalah haram (QS.2:221) namun berdasarka dzahir ayat 5 surat al-maaidah di bawah ini:

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan[402] diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi”(QS.5:5)

Ayat ini mempunyai esensi membolehkan seorang pria menikahi seorang wanita nonmuslim
Tapi yang telah di beri kitab (ahlikitab) yang baik baik (tidak pezina) .

C. LAHIRNYA BERBAGAI HUKUM PERNIKAHAN BEDA AGAMA BERDASARKAN KONSENSUS KELOMPOK (MADZAB) ULAMA’.
   
   
Telah di suratkan oleh dua buah ayat alqurkan dalam suarat almaaidah ayat lima dan  al-baqoro ayat 221 yang telah memberikan dua buah sudut pandang para ulama untuk menentukan dasar hukum masalah pernikahan antara beda agama ini maka brdasarkan konsessus dari kelompok madzab para ulama melahirka juga beberapa hukum di antaranya sebagai berikut:

a - Kelompok pertama  : kelompok yang menghalalkan menikahi wanita yang kitabiyah(yang di beri kitab). Konsensus ulama termasuk di dalamnya imam madzab empat menegaskan akan kebolehan menikahi wanita kitabiyah yang merdeka dan terhormat (bukan pelacur) mendasrakan pada zahir surat almaaidah ayat 5. Lafal musyirikat pada ayat 221 surat al-baqoroh tidak mencakup ahli kitab yang disebutkan dalam surat almaidaah ayat 5. Jadi surat almaidah ayat 5 merupakan bentuk istisna dari larangan menikahi wanita musrik dalam surat al-baqoroh.

b - Kelompok kedua : adalah kelompok yang mengharamkan menikahi perempuan ahli kitab . mereka mendoktrinnya berdasarkan surat al-baqoroh ayat 221 “ dan jangan lah kamu menikahi wanita wanita musrik sebelum mereka beriman “ dan surat mumtahana ayat 10 “ dan jangan lah kamu tetap berpegang pada tali perkawinan dengan perempuan perempuan kafir”

Secara tegas kedua ayat tersebut menyatakan akan hukum haram untuk melakukannya. Kaum yahudi dan nasrani termasuk golangan kafir menurut pendapat kelompok ini. Dan menurut pendapat kelompok ini tentang surat almaaidah ayata 5 seharusnya di artikan wanita ahli kitab yang telah beriman yang halal di nikahi.

C  –  konsensus para ulama modern, kelompok ulama indonesia pada khususnya adlah sebagai berikut:

Maslah pernikahan beda agama sudah mendapat perhatian para toko olama di indonesia , hal ini di buktikan pada tahun 1980 dalam forum musyawarah nasianal ke 2 menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama , telah menetapkan dua opsi terkait pernikahan beda agama ini .

► para ulama memutuskan perkawinan anatara wanita muslim dan pria nonmuslim hukumnya haram  , kedua seorang pria muslim diharamkan menikahi seorang wanita non muslim.

Perkawinan antara pria muslim dan wanita ahli kitab memang terdpat perbedaan pendapat tapi setelah mempertimangkan banyak keburukannya jika hal ini di lakukan maka hukum pernikahan beda agama menjadi haram. Dalam menentukan hukum tersebut ulama mui mendasrkan pada alquran dan hadist “ dan janganlah menikahi perempuan musrik sebelum dai beriman “ (al-hadist). dan esensi (qs.albaqoro :221) jaga almaidah ayat 5.

Ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa tentang penikahan beda agama. Secara tegas, ulama Muhammadiyah menyatakan bahwa seorang wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non-Muslim. Hal itu sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 221, seperti yang telah disebutkan di atas. "Berdasarkan ayat tersebut, laki-laki Mukmin juga dilarang nikah dengan wanita non-Muslim dan wanita Muslim dilarang walinya untuk menikahkan dengan laki-laki non-Muslim," ungkap ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.

Ulama Muhammadiyah pun menyatakan kawin beda agama juga dilarang dalam agama Nasrani. Dalam perjanjian alam, kitab ulangan 7:3, umat Nasrani juga dilarang untuk menikah dengan yang berbeda agama. "Dalam UU No 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 juga disebutkan bahwa: "Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."

"Jadi, kriteria sahnya perkawinan adalah hukum masing-masing agama yang dianut oleh kedua mempelai," papar ulama Muhammadiyah dalam fatwanya. Ulama Muhammadiyah menilai pernikahan beda agama yang dicatatkan di kantor catatan sipil tetap tak sah nikahnya secara Islam. Hal itu dinilai sebagai sebuah perjanjian yang bersifat administratif.

Ulama Muhammadiyah memang mengakui adanya perbedaan pendapat tentang bolehnya pria Muslim menikahi wanita nonMuslim berdasarkan surat al-Maidah ayat 5. "Namun, hendaknya pula dilihat surat Ali Imran ayat 113, sehingga dapat direnungkan ahli kitab yang bagaimana yang dapat dinikahi laki-laki Muslim," tutur ulama Muhammadiyah.

Dalam banyak hal, kata ulama Muhammadiyah, pernikahan wanita ahli kitab dengan pria Muslim banyak membawa kemadharatan. "Maka, pernikahan yang demikian juga dilarang." Abdullah ibnu Umar RA pun melarang pria Muslim menikahi wanita non-Muslim.




D .PENUTUP

       Berbagai pendapat ulama diaatas adalah sebuah interaksi para ulama  dalam menyikapai maslah penikahan beda agama yang  telah ada dalam sejarah islam masalaha ini sudah ada sejak dari masa isalam lahir (islam mohammad). dalam prosesnaya penentuan hukum masalah ini para ulama terbagai menjadi berbagai mazdab dengan cara atau ciri mereka sendiri dalam penentuan dan implementsi hukum tersebut kepada masyarakat perlu di gartis bawahi bahwa pendapat para ulama tesebut memeakai pedoman dasar yaitu al-quran dan hadist meskipun ada perbedaan dalam penentuan hukum .

Masalah ini di anggap pentaing karna mnyangkut kesejahteraan umat melalui perkawinan , karna dalam perkawinan ada sebuah tujauan dan arti dalam memahami hidup juga beribadah .









Daftar pustaka

Tia Indrajaya Darmawan,KONVERGENSI AGAMA-AGAMA  (Paham Inklusif-Pluralis Menyoal Kawin Beda Agama):2007

Al-quran digita, ver 2.1 :2004